Seksualitas- Seksualitas manusia dapat dijelaskan bagaimana sesorang tertarik dengan lawan jenisnya.
Pada dasarnya seksualitas ini adalah hal yang normal. Namun akan saya bahas seksualitas yang menurut sudut pandang psikologi adalah suatu gangguan.
Perilaku seksual dikatakan sebagai gangguan psikologis jika, antara lain:
- Menyebabkan bahaya bagi orang lain. Contoh: penganiayaan seksual pada anak
- Menyebabkan individu distress atau impairment yang permanen dan berulang-ulang dalam area keberfungsian yang penting. Contoh: keengganan pada seksualitas yang terus menerus dan menyebabkan distress.
Konteks budaya dan konteks lainnya yang berubah sepanjang waktu menjadi sesuatu yang penting untuk mengevaluasi normal tidaknya suatu perilaku seksual.
Gangguan seksual merupakan tiga kelompok kesulitan tersendiri melibatkan berbagai aspek fungsi seksual dan tingkah laku.
Perspektif biopsikososial diperlukan untuk memahami bagaimana berbagai masalah ini diperoleh dan dipertahankan seiring waktu.
Perilaku dan kognitif-perilaku pengobatan gangguan seksual dapat diterapkan pada parafilias dan disfungsi seksual.
Namun, dari perspektif biologis juga memainkan peran penting, terutama dengan gender gangguan identitas.
Gangguan seksualitas akan terbagi menjadi 3, parafilia, gender, dan disfungsi. Berikut akan dijelaskan pengertian dan jenis, serta intervensi psikologisnya.
Daftar Isi
Gangguan Seksual Parafilia
Merupakan gangguan yang menyebabkan individu memiliki fantasi hasrat seksual yang berulang dan intens, dorongan seksual. Biasanya gangguan ini menyasar pada Objek bukan manusia.
Terkadang Anak-anak atau orang-orang yang tidak diizinkan, bahkan Penyiksaan atau penghinaan terhadap seseorang atau pasangan.
Dibawah ini adalah Nama Nama gangguan seksual parafilia:
Skatalogia melalui telepon | melakukan telepon cabul, seperti menggambarkan aktivitas masturbasi seseorang dengan sangat detail, mengancam memerkosa korban. |
Nekrofilia | mendapatkan kepuasan seksual dari melihat atau melakukan seksual dengan mayat. |
Zoofilia | melakukan seks dengan binatang atau memiliki fantasi berulang melakukan seks pada binatang. |
Koprofilia | mendapatkan kepuasan seksual dari kontak dengan feses. |
Klismafilia | mendapatkan kepuasan seksual dari menggunakan enema (suntikan pada usus) |
Urofilia | mendapatkan kepuasan seksual dari melakukan kontak dengan urin. |
Autagonistophilia | melakukan seks di depan orang lain |
Somnophilia | melakukan seks dengan orang yang sedang tidur |
Stigmathophilia | mendapatkan kepuasan seksual dari menusuk kulit atau tato |
Autonepipophilia | memakai popok untuk mendapatkan kepuasan seksual. |
Pedofilia (Pedofil)
Pedofilia merupakan parafilia yang dimiliki orang dewasa (16 tahun ke atas).
Terjadi pada orang yang tidak mampu mengontrol dorongan seksual terhadap anak yang belum matang secara seksual.
Tindakan yang dilakukan seperti:
- menelanjangi anak
- menyentuh alat kelamin anak,
- memaksa anak melakukan aktivitas oral-genital
- berusaha memaksakan hubungan seksual melalui vaginal atau anal.
Treatment atau intervensi yang dapat dilakukan dengan:
- Pemberian hormon wanita progesterone untuk mengurangi dorongan seks orang pedofilia dengan menurunkan kadar hormon testosteronnya.
- Pemberian antiandrogen.
- Pemberian zat yang dapat menurunkan sekresi testosterone dengan menghambat aksi kelenjar pituitari.
- Kastrasi atau pengambilan testis untuk mengeliminasi produksi testosterone.
- Hipotalamotomi atau perusakan nucleus ventromedial di hipotalamus. Hal ini dilakukan untuk mengubah pola-pola hasrat seksual individu tersebut dengan menargetkan sumber pola-pola dalam sistem saraf pusat.
- Dengan hormone pelepas hormone peluetin (luteinizing hormone releasing hormone—LHRH). Zat yang memicu produksi hormone wanita yang dapat mengurangi munculnya ereksi penis, ejakulasi, masturbasi, dorongan seksual menyimpang dan fantasi.
- Treatment psikologis
- Menawarkan konseling dan psikoterapi untuk mencegah pelecehan seksual.
Ekshibionisme
Ekshibionis adalah Seseorang memiliki dorongan seksual yang intens dan fantasi yang menggairahkan yang mencakup memperlihatkan alat kelamin kepada orang asing.
Hal yang diharapkan pelaku adalah keterkejutan atau ketakutan dari orang yang melihat tersebut. Biasanya sangat Lazim diikuti dengan masturbasi (PPDGJ).
Menurut salah satu sudut pandang, ekshibisionis tersebut termotivasi untuk mengatasi perasaan malu. Penjelasan behavioris menganggap perilaku ini sebagai hasil pengalaman pembelajaran pada masa kanak-kanak.
Dimana saat individu terangsang secara seksual ketika mempertontonkan dirinya.
Individu juga merasa senang karena melihat distress pada orang lain yang disebabkan oleh perilakunya.
Treatment atau intervensi yang dapat dilakukan dengan:
- Pengondisian terselubung (covert conditioning) Ketika klien membayangkan rasa malu yang sangat ketika kenalannya melihatnya melakukan perilaku ekshibisionisme.
- Paroxetine (Paxil) dapat membantu perilaku kompulsif pada ekshibisionisme.
Fetishisme
Fetishisme adalah Ketertarikan seksual yang kuat dan berulang terhadap objek yang tidak hidup. Objek yang paling umum adalah bagian dari pakaian.
Seperti pakaian dalam, stocking, sepatu, sesuatu dari karet, objek dari kulit, popok, peniti, dan bahkan lengan yang diamputasi.
Perilaku tidak dianggap fetisisme jika objek yang digunakan didesain khusus untuk meningkatkan gairah seperti vibrator.
Fetishis terangsang secara seksual dengan cara memegang, memakai, membaui objek, menggosok-gosoknya, atau melihat orang lain memakainy.
Prevalensi Fetishisme terbatas hanya khusus pada pria (PPDGJ).
Treatment dan intervensi dapat dilakukan dengan:
- Extinction
- Terapi aversif, dengan memberikan hukuman seperti memakan obat penyebab muntah atau dihipnotis agar merasa muak saat masturbasi dengan objek fetisismenya.
- Orgasmic reconditioning, metode perilaku yang didasarkan pada proses belajar kembali. Individu diperintahkan untuk merangsang dirinya dengan suatu fantasi terhadap objek yang tidak dapat diterima. Kemudian masturbasi sembari melihat stimulus seksual yang tepat seperti gambar pasangan dewasa.
Frotteurisme Seksualitas
Frotteurisme adalah kondisi seseorang yang Memiliki dorongan seksual yang intens dan berulang serta fantasi seksual. Biasanya fantasi ini didapatkan dengan menggosok-gosokkan dirinya pada badan orang lain atau memegang orang lain.
Targetnya bukan pasangannya, melainkan orang asing di tempat keramaian seperti bus atau kereta bawah tanah.
Treatment yang dapat dilakukan bisa dengan Penghilangan asosiasi-asosiasi dengan metode extinction dan pengondisian terbuka.
Mashokisme Seksualitas
Mashokisme Seksualitas Merupakan sebuah gangguan yang ditandai dengan ketertarikan mendapatkan kepuasan seksual.
Hal ini didapatkan dari stimulasi yang menyakitkan yang dikenakan pada tubuhnya sendiri. Baik sendirian ataupun bersama pasangan.
Tindakan yang dilakukan seperti diikat dengan pakaian atau tali, melukai kulit dengan peniti atau pisau atau memberikan kejutan listrik.
Sadisme Seksualitas
Sadisme seksualitas adalah Kebalikan dari masokhisme seksual yang melibatkan aktivitas atau dorongan untuk melukai orang lain.
Melihat atau membayangkan kesakitan orang lain merupakan hal yang menyenangkan bagi seorang sadis.
Sadomasokhis, orang yang mendapatkan kenikmatan seksual baik dari yang memberi ataupun mendapatkan rasa sakit.
Treatment atau intervensi dapat dilakukan dengan:
- Terapi yang paling efektif adalah terapi kelompok atau perorangan yang berfokus pada prinsip-prinsip pembiasaan perilaku
- Dengan hormone pelepas hormone pelutein (LHRH)
Voyeurisme Seksualitas
Voyeurisme adalah Suatu gangguan seksual ketika individu memiliki suatu kompulsi.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pemuasan seksual dari mengamati ketelanjangan atau aktivitas seksual orang lain.
Kegiatan mengintip sebagai bentuk pengganti pemuasan seksual. Nama lainnya adalah Peeping Tom = voyeur (orang dengan voyeurism).
Treatmen dan intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagi berikut:
- Seorang voyeur diminta membayangkan bahwa dia ditahan dan dipermalukan di hadapan umum terkait dengan perilakunya.
- Terapi yang berfokus pada masalah harga diri.
Lebih dalam tentang Parafilia
Meskipun setiap kondisi masing-masing jenis gangguan seksual pharafilia memerlukan pendekatan individual yang berbeda-beda.
Namun ada beberapa prinsip umum yang berlaku secara menyeluruh.
Sebagian besar paraphili memiliki akar dalam pengalaman masa kecil. Dan mereka muncul selama masa remaja ketika kekuatan seksual dalam tubuh meningkat.
Setelah terbentuk, parafilia cenderung menjadi kronis. Salah satu peneliti abad kedua puluh yang paling banyak berkembang di bidang seksualitas manusia,
Seperti dibahas sebelumnya, parafilia dapat terjadi dalam konteks hubungan seks dengan pasangan.
Perilaku seperti itu mencerminkan gangguan pacaran, pandangan yang salah tentang perilaku seksual yang pantas dalam hubungan.
Meskipun beberapa ahli teori berpendapat bahwa individu yang menjadi paraphil secara biologis mengalami kelainan genetik, hormonal, atau neurologis.
Seperti yang kita lihat sehubungan dengan pedofilia, penjelasan biologis saja dianggap tidak memadai.
Menurut pendekatan perilaku, satu atau lebih peristiwa pembelajaran telah terjadi di masa kanak-kanak seseorang yang melibatkan respons terkondisi.
Seiring waktu, individu menjadi terdorong secara kompulsif untuk mengejar kepuasan (penguatan) yang terkait dengan objek atau pengalaman.
Seperti yang telah kita lihat, perlakuan terhadap orang-orang dengan paraphilia sangat sulit.
Karena orang-orang ini sering enggan untuk melepaskan perilaku yang menyenangkan atau terlalu malu untuk mencari bantuan.
Intervensi biologis, psikologis, dan sosiokultural telah digunakan dalam berbagai kombinasi untuk perawatan ini.
Dalam bidang biologis, seperti yang kami sebutkan dalam diskusi kami tentang pedofilia. Ada beberapa bentuk intervensi, beberapa jauh lebih ekstrim daripada yang lain.
Intervensi medis yang lebih umum digunakan melibatkan resep agen farmakologis. Seperti obat antidepresan, SSRI, dan hormon, yang semuanya diarahkan untuk mengurangi hasrat seksual individu.
Baca Juga: Gangguan Tidur
Gender Identity Disorder
Indentitas gender mengacu pada persepsi diri sendiri sebagai laki-laki atau perempuan.
Namun, identitas gender ini bisa sesuai atau tidak sesuai dengan jenis kelamin secara biologis, yang dicatat pada akta kelahiran.
Nah, Peran gender mengacu pada perilaku dan sikap individu yang menunjukkan kejantanan (maleness) atau kefeminiman (femaleness) dalam sebuah masyarakat.
Orientasi seksual menjadi ‘tingkatan individu yang tertarik secara erotis pada jenis kelamin yang sama atau berbeda.
Sebagian besar orang memiliki ketertarikan dengan lawan jenis, sebagian lain tertarik dengan sesama jenis.
Ada pula yang tertarik pada kedua jenis kelamin. Kekonstanan orientasi seksual adalah tipikal, tidak universal.
Beberapa orang dapat berubah orientasi seksualnya seiring waktu karena keadaan (circumstances).
Karakteristik Gangguan Seksualitas Identitas
Gangguan identitas adalah suatu perbedaan kondisi antara jenis kelamin dengan identitas gender individu.
Individu dengan gangguan identitas gender mengalami identifikasi lintas gender yang kuat dan persisten.
Hal ini yang menyebabkan perasaan tidak nyaman dan rasa tidak pantas mengenai jenis kelamin yang dimiliki.
Mereka biasanya memilki masalah penyesuaian di bidang sosial, pekerjaan, dan fungsi pribadi lainnya. Terdapat pula istilah transeksualisme yang merujuk pada fenomena individu yang merasa bahwa diri memiliki jenis kelamin yang lain.
Individu dengan gangguan identitas gender ingin hidup sebagai bagian dari jenis kelamin yang lain. Mereka ingin bertindak, dan berpakaian sesuai dengan identitas gender yang diinginkan.
Berbeda dengan individu transvestic fetishism, mereka tidak mendapatkan kepuasan seksual.
Individu dengan gangguan identitas gender bisanya terbukti ketika usia mencapai empat tahun.
Ketika anak mulai sekolah, orang tua akan semakin khawatir mengenai perilaku anak yang berbeda dengan teman sebayanya. Anak-anak yang mengalami pengalaman lintas gender ini, biasanya akan semakin berkurang saat remaja.
Tetapi gangguan tetap ada saat individu berjuang dengan perasaan yang berkelanjutan tentang ketidaktepatan tentang menjadi laki-laki atau perempuan.
Bersama dengan fantasi berulang atau perilaku cross-dressing. Seiring berjalannya waktu, individu dengan gangguan identitas gender akan merasa sangat tertekan karena lingkungan sekitar.
Individu tersebut merasa terisolasi, dan terlibat kegiatan yang mungkin membahayakan. Beberapa dari laki-laki yang merasa terganggu dengan kelainan identitas gendernya dapat menyuntikkan hormon atau bahkan mengebiri diri.
Ada pula yang justru terlibat pada penyalahgunaan narkoba, pelacuran, bahkan percobaan bunuh diri.
Penyebab Gangguan Seksualitas Identitas
Penyebab gangguan identitas gender belum diketahui pasti tetapi, banyak dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya.
Penelitian biologi berfokus pada efek hormon yang mempengaruhi perkembangan janin selama periode kehidupan prenatal.
Dengan demikian, wanita yang terpapar dengan peningkatan kadar androgen di dalam rahim lebih cenderung untuk menampilkan perilaku peran gender pria stereotip selama masa kanak-kanak.
Dalam kasus yang jarang, kelainan kromosom dapat terjadi. Termasuk kromosom Y ekstra pada pasangan ke-23 (47, XYY). Juga pada transseksual pria-ke-wanita dan kromosom X ekstra (47, XXX) pada wanita-ke-jantan.
Peyelidikan biologis juga menemukan mengenai hubungan antara urutan kelahiran dan jenis kelamin saudara kandung.
Di ranah psikologis, para peneliti masih mencari tau tentang pentingnya preferensi orang tua untuk anak dari jenis kelamin lainnya.
Treatment Gangguan Identitas
Intervensi akan terutama dengan orang tua. Jika klien yang teridentifikasi adalah anak yang sangat muda, orang tua membantu anak mengembangkan nilai diri sebagai anak laki-laki atau seorang gadis.
Untuk anak-anak yang lebih tua dan remaja, dokter akan melakukannya berurusan lebih langsung dengan perilaku lintas-gender klien dan fantasi.
Serta pengalaman psikologis menyedihkan lainnya seperti harga diri yang rendah dan takut penolakan keluarga dan teman sebaya.
Disfungsi Seksualitas
Gangguan seksualitas yang akan kita bahas di bagian ini sangat berbeda dari parafilia dan gangguan identitas gender.
Dimana mereka tidak dianggap perilaku menyimpang, dan mereka tidak melibatkan orang lain. Syarat disfungsi seksual mengacu pada kelainan pada respon individu dan reaksi seksual mereka.
Survei Kesehatan dan Kehidupan Sosial Nasional (NHSLS) mengungkapkan bahwa persentase penduduk di Amerika Serikat memiliki gejala disfungsi seksual yang tinggi.
Secara keseluruhan, tingkat disfungsi seksual yang dilaporkan dalam survei ini adalah 43 persen untuk perempuan dan 31 persen untuk laki-laki.
Karakteristik Gangguan Disfungsi Seksual
Disfungsi seksual biasanya terjadi pada individu yang seringberhubungan intim. Biasanya individu tersebut hampir selalu dalam konteks budaya yang normal.
Sayangnya, orang mungkin menganggap diri mereka memiliki disfungsi seksual. Tanpa menyadari sejauh mana perilaku mereka dalam berhubungan seksual normal atau tidak.
Disfungsi seksual dikaitkan dengan fase gairah dan orgasme, serta dengan tingkat hasrat seksual seseorang secara keseluruhan. Beberapa orang dengan disfungsi seksual memiliki sedikit atau tidak sama sekali minat dalam seks, yang lain mengalami keterlambatan fase seksual tertentu.
Terangsang atau tidak terangsang sama sekali. Orang lain mungkin menjadi sangat terangsang tetapi tidak dapat mengalami pelepasan orgasme seksual. Masih ada orang yang melanjutkan terlalu cepat melalui fase dari gairah ke orgasme.
Oleh karena itu, merasa bahwa hubungan seksual tidak memiliki makna emosional. Dalam beberapa kasus, pasangan mungkin merasa tertekan atas penyimpangan yang tidak dapat diterima dari pola aktivitas yang diinginkan.
Disfungsi seksual lainnya adalah hasil dari pengalaman rasa sakit daripada kesenangan selama pertemuan seksual.
Satu poin terakhir tentang disfungsi seksual adalah bahwa masalah seksual dapat dimulai dari tidak berbahaya.
Tetapi kemudian dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih serius karena kecemasan tentang masalah tersebut.
Sebagai contoh. Roger, yang sibuk dengan masalah pekerjaan, mengalami kesulitan pada suatu malam dalam mengalami ereksi dengan pasangannya. Dia khawatir bahwa dia menjadi impoten.
Kekhawatiran ini dapat mengganggu kinerja Roger saat berikutnya dia intim secara seksual, membuatnya lebih sulit pada saat setelah itu. Proses ini dapat segera meningkat menjadi disfungsi.
Jenis Jenis Disfungsi Seksualitas
Disini akan dipaparkan beberapa gangguan seksualitas yang termasuk dalam jenis disfungsi seksual.
Hipoactive Sexsual desire Disorder
Individu dengan gangguan hasrat seksual hipoaktif memiliki tingkat minat abnormal rendah pada aktivitas seksual.
Individu tidak mencari hubungan seksual yang sebenarnya, membayangkan memilikinya, juga tidak memiliki keinginan untuk kehidupan seks yang lebih aktif.
Tekanan yang terkait dengan gangguan ini biasanya dalam bidang hubungan intim, yang mungkin sulit untuk dipertahankan.
Bagi beberapa individu, kondisi ini berlaku untuk semua potensi ekspresi seksual. Sedangkan untuk yang lain bersifat situasional, mungkin hanya terjadi dalam konteks hubungan tertentu.
Individu dengan gangguan hasrat seksual hipoaktif seumur hidup tidak memiliki minat pada seksualitas sejak permulaan pubertas.
Sexual Aversion Disorder
Gangguan keengganan seksual ditandai dengan ketidaksukaan aktif dan menghindari kontak genital dengan pasangan seksual.
Individu mungkin tertarik pada seks dan dapat menikmati fantasi seksual tetapi ditolak oleh gagasan aktivitas seksual dengan yang lain. Bagi sebagian orang, reaksi ini digeneralisasi dan melibatkan penghinaan terhadap semua perilaku intim seksual, termasuk berciuman dan berpelukan.
Bagi yang lain, keengganannya adalah menentukan aspek-aspek tertentu dari seksualitas interpersonal. Seperti penetrasi vagina atau bau genital.
Orang dengan gangguan keengganan seksual tertekan oleh rasa jijik yang mereka rasakan tentang perilaku seksual.
Mereka merasa kesepian dan resisten untuk memasuki hubungan intim. Jika sudah dalam hubungan dekat, mereka biasanya menghadapi perselisihan dengan pasangan mereka. Karena reaksi mereka yang terganggu terhadap prospek hubungan seksual.
Female Sexual Arousal Disorder
Seorang wanita dengan gangguan gairah seksual wanita mengalami ketidakmampuan yang terus-menerus untuk mencapai respons seksual yang normal. Hal ini diakibat pembengkakan seksual selama aktivitas seksual.
Hasilnya adalah kesulitan pribadi atau kesulitan interpersonal dengan pasangannya. Keinginan untuk aktivitas seksual tetap ada.
Namun, dan beberapa wanita dengan gangguan gairah seksual wanita dapat mengalami orgasme. Terutama ketika klitoris mereka distimulasi secara intens, seperti dengan vibrator.
Selama hubungan normal tubuh mereka menjadi tidak responsif, dan mereka tidak mengalami reaksi fisiologis normal dari pembengkakan dan pelumasan vagina.
Penetrasi penis yang spesifik dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan dan kemungkinan rasa sakit. Gangguan ini tidak diperhitungkan oleh gangguan lain.
Kondisi ini dapat berupa seumur hidup atau didapat; digeneralisasikan atau situasional; dan karena faktor psikologis atau kombinasi dari faktor psikologis dan fisik.
Male Erectile Disorder
Kelainan ereksi pria melibatkan kegagalan parsial untuk mencapai ereksi selama aktivitas seksual.
Hal ini menyebabkan pria merasa tertekan atau mengalami masalah interpersonal dalam hubungan intimnya.
Beberapa pria dapat berejakulasi dengan penis yang beraksen tinggi. Meskipun tingkat kesenangan mereka kurang intens daripada yang akan mereka alami dengan ereksi.
Karena kesulitan ereksi menyebabkan tekanan emosional dan rasa malu. Pria dengan gangguan ini dapat menghindari hubungan seks dengan pasangan sama sekali.
Female Organismic Disorder
Ketidakmampuan untuk mencapai orgasme, atau keterlambatan yang menyulitkan dalam pencapaian orgasme, merupakan kelainan orgasme wanita.
Kondisi ini menyebabkan personal distress atau kesulitan interpersonal. Mereka mungkin dapat mencapai orgasme dengan stimulasi diri atau dengan pasangan yang terlibat dalam perilaku seksual selain hubungan seksual.
Male Organismic Disorder
Dikenal juga sebagai inhibited male orgasm yaitu kesulitan spesifik dalam mencapai orgasme. Meskipun dengan pasangan wanitanya, gangguan ini kemungkinan merupakan gangguan yang umum atau situasional.
Pria dengan gangguan orgasme, merasa bahwa orgasme adalah suatu hal yang tidak mungkin atau tidak bisa terjadi pada dirinya.
Sedangkan pria dengan gangguan orgasme yang situasional, kesusahan untuk orgasme dalam situasi tertentu, contohnya dalam situasi intercourse.
Keadaan yang paling sering adalah ketika pria tidak bisa orgasme dalam situasi intercourse atau berhubungan intim meskipun ketika berhubungan.