Fobia Sosial – Pengertian, Ciri-Ciri, dan Pengobatan

Fobia Sosial

Fobia sosial merupakan salah satu di antara jenis gangguan cemas (neurosis-cemas) dengan gelaja utama perasaan takut yang disertai keinginan untuk menghindar. Fobia sebagai penyakit dikenal sejak tahun 1960, dan sebelumnya diagnosis fobia jarang dibuat. Gangguan ini bukan disebabkan oleh gangguan organik. Belum banyak diketahui tentang penyebab fobia sosial, tetapi sejumlah penelitian menunjukkan banyak komponen kompleks yang terlibat. Karakteristik temperamen seseorang seperti rasa malu, behavioral inhibition, selfconsciousness, embarrassment dan keturunan (heredity) merupakan faktor predisposisi terjadinya fobia sosial.

Baca Juga: Gangguan Abnormal

Daftar Isi

Prevalensi

Prevalensi fobia sosial pada kelompok eksekutif di Indonesia besarnya antara 9,6 -16%, yang timbul sejak usia muda dan terus berlangsung sampai pada usia dewasa. Di negara maju prevalensi fobia besarnya 2-13%, dan secara bermakna mengganggu pekerjaan, status akademik dan hubungan seseorang. Penelitian epidemiologi yang telah dilakukan di berbagai negara-negara dengan ruang lingkup kehidupan yang beragam dan berdasarkan kriteria diagnostik, instrumen penelitian dan lingkup budaya yang berbeda menunjukkan prevalensi yang bervariasi antara 0,5% sampai 22,6%. Ada kecendrungan kenaikan angka prevalensi fobia, seiring dengan perubahan perilaku (gaya hidup) masyarakat. Fobia timbul sejak masa kecil, 40% di antaranya di bawah 10 tahun. Sisanya di bawah usia 20-tahun. Penggunaan alkohol berkorelasi dengan fobia, mereka yang menggunakan alkohol mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita fobia dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan alkohol. Dan kelompok dengan ketergantungan alkohol mempunyai risiko sembilan kali lebih besar untuk mengalami fobia sosial

Fobia Sosial

Fobia sosial merupakan gangguan kejiwaan nomor tiga, setelah gangguan penyalahgunaan zat (substance abuse) dan gangguan depresi berat. Perhatian terhadap fobia sosial masih kurang, dan sering dinyatakan sebagai “gangguan cemas yang terabaikan”. Kurangnya perhatian terhadap fobia disebabkan oleh sedikitnya penderita yang mencari pengobatan untuk gangguan fobia yang dideritanya. Penderita berobat bukan untuk fobia sosial tetapi untuk keluhan lain.

International Classification of Disease (ICD) 10 dan Diagnostic and Statistical Manual Mental Disorders (DSM) IV serta Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III memberi batasan (definisi) fobia sosial berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan, meliputi perasaan takut sehubungan dengan prediksi (ramalan) akan timbulnya rasa malu sebagai reaksi pada saat menghadapi objek, aktivitas atau situasi tertentu, misalnya :

  • Menggunakan telepon umum, atau menelpon seseorang yang belum dikenal dengan baik.
  • Makan atau minum di tempat umum, atau bila buang air kecil pada fasilitas umum
  • Tampil dan berbicara di depan umum.
  • Menghadiri pesta dan tempat ramai.
  • Menulis atau mengerjakan sesuatu dan pada saat yang bersamaan diawasi oleh orang lain
  • Berhadapan muka dengan orang yang asing dan tak dikenal sebelumnya.
  • Bila memasuki ruangan, di dalam ruangan tersebut telah banyak orangnya.
  • Bila harus mengemukakan ketidak setujuannya.

Kondisi Saat ini

Kondisi tersebut akan menimbulkan rasa takut sehingga dalam kehidupan nyata, individu tersebut lebih baik menghindar. Prediksi akan timbulnya rasa malu, akan menimbulkan rasa takut, yang disertai dengan perasaan ingin menghindar, wajah menjadi merah dan panas, debaran jantung yang bertambah cepat, disertai dengan gejala kesemutan, keringat dingin, rasa tak enak di dalam perut, otot di daerah pundak yang terasa tegang dan kerongkongan menjadi kering. Fobia sosial yang timbul pada usia dini, menimbulkan gangguan yang serius dalam perkembangan psikologis, pendidikan, pekerjaan, kemampuan membina relasi, atau pencapaian tujuan hidup. Dalam pada itu penderita fobia sering menderita gangguan psikiatri lainya seperti depresi, gangguan makan atau gangguan penyalahgunaan zat

Dalam beberapa dekade terakhir ini, fobia mulai mendapat perhatian dan telah memiliki klasifikasi diagnostik berdasarkan perkembangan konsep-konsep nosologi, etiologi, dan pengobatan. Dengan kemajuan di bidang kriteria diagnostik dan instrumen wawancara, maka pada saat ini fobia sering ditemukan. Fobia sosial ditemukan pada semua budaya misalnya dalam budaya Jepang, gangguan ini disebut dengan Shinka Shitsu.

Baca Juga : Gangguan Skizofrenia

Ciri Ciri Orang dengan fobia Sosial

Fobia Sosial

Pada penderita di bawah 18 tahun, gejala telah namoak paling sedikit selama 6 bulan. Ketakutan yabg dialami tidak disebabkan oleh efek fisiologis, dan juga tidak disebabkan oleh kelainan mental lain yang lebih parah. Secara umum phobia sosial menghindari lingkungan sosialnya, selalu merasa tidak nyaman ketika melakukan interaksi sosial. Seseorang dapat dikatakan memiliki gangguan ini jika memiliki ciri sebagai berikut:

  • Memiliki ketakutan terhadap situasi sosial dimana ia menjadi merasa asing dan seakan diawasi. Penderita ini akan takut jika tindakannya akan dinilai jelek dan memalukan
  • Berhadapan dengan situasi sosial yang ditakuti akan mengakibatkan kecemasan dan mudah terserang panic attack.
  • Orang itu sadar bahwa ketakutannya berlebihan dan dan tidak masuk akal namun penderita tak mudah mengatasinya dengan baik.
  • menghindari situasi sosial dengan kecemasan yang sangat sosial.
  • Untuk usia 18 tahun ke bawah, setidaknya dialami selama 6 bulan.
  • Ketakutan tersebut bukanlah efek dari obat atau gangguan mental lainnya.

Terapi Fobia Pada Umumnya

Ada beberapa terapi yang bisa di lakukan untuk menghilangkan phobia pada umumnya, berikut adalah terapi yang mengatasi gangguan phobia:

Baca Juga: gangguan Abnormal

Psikoanalisis

Tujuan psikoanalisis adalah mengembalikan fungsi ego agar dapat lebih kuat atau membuat hal hal yang tidak disadari oleh clien menjadi hal yang disadari sepenuhnya, berusaha semaksimal mungkin agar penderita dapat mencapai kesadaran diri. Dapat bertindak jujur dan mampu menangani kecemasan secara realistis serta bisa mengandalkan tingkah lakunya yang bisa dikatakan tidak rasional. Terapi ini biasanya berupa teknik Asosiasi bebas dan analisis mimpi.

Bimbingan dan Konseling

Seperti pada umumnya bimbingan dan konseling. Memiliki metode dan teknik yang berbeda beda, dibagi berdasarkan segi komunikasinya. Metode komunikasi langsung, tidak langsung. Anda akan mengetahui secara langsung jika berkunjung ke psikolog terdekat.

Baca Juga: Psikiater Yogyakarta

Faktor Kognitif menjadi salah satu penyebabnya

Banyak faktor yang menyumbang berkembangnya kecemasan sosial; salah satunya adalah faktor kognitif. Berdasarkan perspektif kognitif, individu mengalami kecemasan karena mempunyai keyakinan-keyakinan yang keliru (erroneous beliefs) atas situasi yang dihadapinya. Para teoritikus sosial-kognitif juga memiliki keselarasan pandangan dengan teori kognitif ini yaitu pada bagaimana informasi sosial diinterpretasi atau dimaknai. Sebagai contoh, individu yang mengalami kecemasan sosial meyakini bahwa situasi sosial yang dihadapinya amat menakutkan dan berbahaya daripada kenyataan yang sesungguhnya. Sekali suatu keyakinan telah ditetapkan, keberadaan dari keyakinan tersebut akan mempengaruhi bagaimana informasi diproses. Dengan kata lain, keyakinan-keyakinan yang keliru akan mengarahkan seseorang dalam menggunakan informasi sehingga pandangan-pandangannya yang keliru akan terus dipertahankan (Antony & Swinson, 2000; Hofman, 2007). Keyakinan-keyakinan semacam itu akan mengintensifkan rangsangan otonomik, memperbesar aversivitas stimuli, mendorong perilaku menghindar dan menurunkan efikasi diri untuk mampu mengendalikan situasi (Nevid, Rathus, & Greene, 2005).

Baca Juga: Gangguan Skizofrenia

Faktor Penyebab fobia sosial

Fobia Sosial

Penyebab fobia sosial masih belum jelas. Terdapat beberapa pendapat yang berusaha menjelaskan tentang hal ini dimana faktor genetik dan lingkungan diduga saling berinteraksi di dalamnya. Keterbatasan utama dalam mencari penyebab neurobiologinya adalah kesulitan menentukan apakah hal yang diteliti merupakan akibat atau faktor risiko dari timbulnya fobia sosial.

Fobia sosial memiliki awitan pada saat remaja, kemudian berlanjut seumur hidup secara kronis dengan disertai beberapa penyakit psikiatris lainnya. Keadaan terkait gen yang hampir selalu berkembang menjadi kelainan ini adalah perilaku terhambat, yaitu kecenderungan anak-anak untuk menunjukkan ketakutan atau menarik diri dari situasi yang baru

Penelitian Jerome Kagan (2004 dalam Cottraux 2005) tentang temperamen menguatkan pendapat ini. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa bayi dengan temperamen terhambat cenderung berkembang menjadi anak yang menghindari hal-hal baru dan berlanjut sebagai penderita fobia sosial saat mencapai masa remaja

Perlunya Deteksi Dini Pada anak

Penemuan ini menekankan pentingnya deteksi dan intervensi dini pada anak-anak yang berisiko dengan beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, masih kurangnya penelitian tentang manfaat deteksi dan penanganan dini fobia sosial pada anak-anak. Kedua, diperlukan penelitian genetik lebih lanjut untuk mengetahui gen mana yang berperan sehingga dapat dijadikan target intervensi

Temperamen yang terhambat pada fobia sosial

Temperamen terhambat diduga disebabkan oleh respon amigdala yang berbeda pada tiap orang terhadap sesuatu yang baru. Dugaan ini didukung oleh penelitian Schwartz & Rauch (2004 dalam Cottraux 2005) menggunakan magnetic resonance imaging yang menemukan bahwa orang dewasa yang saat kecilnya memiliki temperamen terhambat, amigdalanya memberikan respon lebih besar terhadap wajah baru dibanding wajah yang sudah dikenal

Neurotransmitter Otak pada Fobia Sosial

Selain itu, terdapat dugaan bahwa neurotransmiter otak ikut berperan dalam fobia sosial, kebanyakan diantaranya berhubungan dengan amigdala baik langsung maupun tidak langsung. Dugaan ini didukung oleh fakta bahwa obat-obatan untuk terapi fobia sosial menyeimbangkan substansi tersebut. Tetapi masih belum jelas bagaimana keadaan masing-masing neurotransmiter dalam tiap tahap perkembangan fobia sosial dan bagaimana interaksi antar substansi ini dalam menimbulkan fobia sosial.

Penolakan Orang tua

Faktor lingkungan berupa overprotektif atau reaksi penolakan orang tua dalam mengasuh anak juga dapat meningkatkan risiko terjadinya fobia sosial (Franklin 2003). Sedangkan teori belajar menduga bahwa fobia sosial dipelajari sebagai usaha untuk menghindari hukuman, dalam hal ini berupa penolakan atau pandangan rendah orang lain

Kelainan ini juga dapat timbul sebagai manifestasi pada 8 body dysmorphic disorder ataupun olfactory reference syndrome dimana penderita merasa malu untuk mengungkapkan kepada dokternya bahwa sebenarnya bentuk tubuh atau bau badanlah yang merupakan sumber kekhawatiran mereka

Baca Juga: Gangguan Skizofrenia

Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa fobia sosial erat hubungannya dengan amigdala. Hal ini sesuai dengan penelitian Furmark dkk. (2002 dalam Cottraux 2005) yang menemukan bahwa terapi fobia sosial menurunkan aliran darah otak pada daerah tersebut sehingga aktivitas sarafnya turut berubah. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengerti lebih baik tentang daerah ini, kemungkinan keterlibatan komponen otak lain, dan hubungan antara amigdala dengan komponen tersebut dalam menimbulkan fobia sosial